Juni 05, 2012

Legalisasi Ganja Haruskah?

KBR68H - 5 Mei lalu ada Kampanye Global Ganja Sedunia. Berbagai komunitas pendukung menilai tanaman ganja atau cannabis sativa  memiliki berbagai manfaat, sehingga layak dilegalkan. Begitupun di Indonesia, organisasi Lingkar Ganja Nusantara LGN melakukan aksi dan kampanye. Banyak kalangan menilai aksi mereka gila, karena ganja masuk dalam kategori narkotika dan obat terlarang. Betulkah tanaman ganja memiliki manfaat? Perlukah legalisasi ganja? Reporter KBR68H Erric Permana ikut dalam aksi kampanye itu.


Kampanye Global

Sore itu, puluhan orang mengatasnamakan diri Lingkar Ganja Nusantara berkumpul di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.
Semua memakai kaos putih berlambangkan Palang Merah Ganja dan beteriak meminta pemerintah untuk melegalisasikan ganja.
“Kita bicara pohon, pohon ganja. Jangan disamakan dengan narkoba shabu dan yang lain. Pohon ganja karena dia barang ilegal yang jual siapa ? Mafia. Yang jual ilegal itu harus kriminal. Akibatnya apa ? Mafia jual ke masyarakat dengan cara apapun, harga berapapun dan masyarakat akhirnya banyak yang menggunakan ganja ‘sembarangan’. Buktinya tiap tahun meningkat. Bahkan anak SD sudah mengganja, karena yang jual pasar gelap.
Itu tadi Dhira Narayana, Ketua Lingkar Ganja Nasional.
“Karena di seluruh dunia itu ada aksi Global Marijuana March itu semua pejuang legalisasi ganja turun ke jalan mengadakan aksi ini. Di Indonesia juga.”

Peserta aksi berdatangan dari Bali, Bandung, Medan dan Yogyakarta.

“Kita akan memutari Bundran HI dan menuju jalan gedung Sarinah dan kita akan muter balik lagi.“
Edukasi dan sosialisasi itu terkait dengan manfaat tanaman ganja, kata Yoga, sambil memamerkan produk-prduk yang terbuat dari Ganja.
“Produk hasil ganja, ini sabun ganja dan Body Shop. Ini ada serat ganja, kalau di Afrika ini buat bahan bangunan buat rumah. Ini minyak ganja. Bisa buat penyakit kalau di Indonesia seperti minyak tawon.”
Intan dan peserta aksi lainnya, membawa spanduk berukuran 2 meter bertuliskan Ganja Tidak Mematikan.

“Ngedukung banget yah soalnya tidak ada tanaman Tuhan yang merusak dan dapat digunakan untuk kepentingan medis. Harapan ikut kegiatan? Biar kasih tau ke masyarakat ajah kalau ganja ini bukan narkoba.”
Peserta aksi membagikan selebaran kepada warga. Peserta aksi Pujay membacakan isinya.
“Pengguna ganja bukan kriminal, keluarkan ganja dari golongan narkotika.”
Badan Narkotika Nasional tidak mempermasalahkan aksi kampanye itu. Namun Juru Bicara BNN Sumirat Dwiyanto mengatakan, Undang-undang mengatakan lain.

“Yang pasti kalau kita bicara organisasi, dalam UU ada kebebasan mengemukakan pendapat. Namun dapat kita ketahui bersama bahwasanya UU di Indonesia khususnya UU Narkotika sampai sekarang masih menyatakan ganja merupakan jenis narkotika golongan 1 yang pengedarannya ilegal di Indonesia.”
Sumirat menambahkan dalam Pasal 78 ayat 1 UU tentang narkotika menyebutkan bagi siapa saja yang menyalahgunakan narkotika golongan 1 akan dikenakan hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp 500 juta.
“Yang pasti penyalahgunaan narkotika di dunia itu yang paling besar adalah ganja, termasuk di Indonesia adalah pengguanaan ganja, kemudian pengguanaan shabu, heroin dan seterusnya. Kalau di Indonesia penyalahgunaan narkotika hasil penelitian BNN pada tahun 2011 itu sebesar 3,8 juta orang.”
Kpolisian pun tidak banyak berkomentar tentang aksi ini.
“Pengamanan ada 60 orang, 60 dari Polda, 20 dari Polres Jakarta Pusat. Yah kan ada izin dari Polda.”


Manfaat Medis dan Industri

Ketua LGN Dhira Narayana menjelaskan, ganja sudah digunakan untuk kepentingan medis sejak ribuan tahun lalu.
“Medis itu dimulai dari tahun 3000 SM dulu untuk mengobati kram menstruasi, untuk mengobati depresi, mengobati sakit kepala. Sampai mengobati Malaria. Bahkan bangsa Arab mengobati yang menemukan kanker dan tumor. Itu dipake sampai detik ini kecuali di Indonesia. Itu sangat jelas orang-orang yang sakit multiple chreosis itu sangat terbantu dengan menggunakan ganja.”

Ikatan Dokter Indonesia berkata lain. Wakil Ketua IDI Zaenal Abidin mengatakan, ganja dapat menyebabkan adiksi dan tidak pernah digunakan untuk kepentingan medis di Indonesia.
“Di Indonesia tidak kekurangan bahan terapi dari tumbuhan. Buat dokter di Indonesia masih lebih baik cari bahan lain yang legal, dan efek adiksinya tidak terlalu bahaya, seperti ganja.”
Wakil Ketua IDI Zainal Abidin mengatakan, praktisi kesehatan siap berdiskusi dengan LGN mengenai manfaat ganja untuk kepentingan medis.
“Saya juga diskusi dengan teman-teman dokter dari ahli Orkologi mereka mengatakan bahwa ganja menurut penelitian terbaru dan syahih menurut dia, ganja itu tidak terbukti tidak bisa dipakai untuk terapi kanker. Jadi artinya itu sangat lemah.”
Inilah juga yang diharapkan LGN. Selama ini rujukan LGN adalah penelitian-penelitian yang dilakukan di luar negeri. Belum ada penelitian di Indonesia terhadap ganja, padahal ada potensi manfaat lainnya dari tanaman itu.
LGN berniat melakukan penelitian itu, kata Dhira Narayana, namun prosedurnya dipersulit. Mengapa? Apa lagi manfaat di balik tanaman ganja?
Selain manfaat medis, tanaman ganja diyakini memiliki potensi ekonomi kalau diatur dengan jelas oleh pemerintah. Ketua Lingkar Ganja Nusantara Dhira Narayana.



Produk-produk dari Bahan Ganja
“Bisnis harus diambil pemerintah. Karena ini omset besar. Menurut data PBB 1 tahun $400 milliar perdagangan gelap narkoba. Ganja di Aceh sekilo dipaketin seratus ribu rupiah, dibawa ke Jakarta jadi 3 juta. Untungnya lari kemana ? Itu akibat dari ilegalisasi. Kalau pemerintah yang ngatur jelas omsetnya untuk pemerintah. Regulasi harus jelas diatur oleh pemerintah. Aksesnya dipegang oleh pemerintah. Kalau orang sakit butuh bisa dikasih, kalau anak SD mau pakai sembarangan ya gak bisa.”
Dia menambahkan tanaman ganja bisa dijadikan industri.
“Serat dengan kualitas terbaik di dunia yah serat ganja. Misalnya bandingin pohon butuh 5 tahun untuk dijadikan sementara ganja dibutuhkan 4 bulan lima bulan untuk panen. Kertas pertama di dunia itu dari pohon ganja, sementara celana jeans pun dari ganja.”
Pemerintah pun bisa mengekspor tanaman ganja ke luar negeri.
“Ganja harus diregulasi, ada regulasi tertentu yang bilang, oke ganja dipakai serat  dan industri, tapi bangsa Indonesia belum siap. Maka kita jual ke luar negeri.”


Butuh Penelitian Independen

Untuk merangkum berbagai manfaat tanaman ganja, Lingkar Ganja Nusantara menerbitkan buku berjudul Hikayat Pohon Ganja. Ketua LGN Dhira Narayana mengatakan, dalam buku tersebut terdapat banyak teori dan penelitian yang membantah sisi negatif tanaman ganja. Di antaranya adiksi dan mematikan.

Lingkar Ganja Nusantara ingin membuktikan sendiri pemanfaatan tanaman ganja. Sehingga tidak melulu hanya memakai rujukan dari luar. Dhira mengatakan, LGN ingin melakukan penelitian.
“LGN belum bisa meneliti, lagi kita usahakan juga. Kita ingin bangsa indonesia meneliti pohon ganja. Gak ada yang berani karena gak punya izin. Hasil penelitian kita dari kumpulan literatur di Indonesia. Ada sekitar 700 penelitian yang kita terjemahkan.”
Juru Bicara BNN Sumirat Dwiyanto mengatakan, BNN mendukung adanya penelitian tersebut. Bahkan BNN beberapa kali pernah melakukan diskusi dengan LGN.
“Kalau penelitian juga diatur di Undang-undang, ketika dapat digunakan untuk medis, penelitian dan ilmu pengetahuan. Itu tidak masalah. Tapi kita tahu kan di Indonesia penelitian ada syarat-syaratnya. Terkait dengan apa ? Harus ada izin dari instansi terkait. Kalau untuk BNN tidak masalah untuk meneliti.”
Namun LGN mengaku dipersulit. Badan Hukum yang didirikan LGN yaitu Yayasan Penelitian Tanaman Ganja hingga kini mengalami kendala perizinan dari BNN.
“Yayasan kita udah nanya, cuma ping pong itu birokrasinya sama BNN. Kita yakin banget BNN khawatir akan niat kita. Ntar informasi ‘bohong’ yang sudah ada jadi buyar.”
BNN mengklaim sudah melakukan penelitian terhadap tanaman ganja. Hasilnya tetap, kata Sumirat, ganja sangat mematikan dan menyebabkan kecanduan jika disalahgunakan.

“Kita tahu efek ganja, dari penelitian di seluruh dunia, ganja bisa berpengaruh pada otak, menimbulkan halusinogen. Dan memang jarang dipakai untuk kepentingan medis.”
LGN meragukan itu. Kata Dhira, LGN pernah menanyakan soal penelitian tanaman ganja kepada BNN.
“Kita pernah kirim surat ke BNN. Kita bilang kita perlu data untuk memperkaya pengetahuan. Dibalas surat itu, BNN belum pernah melakukan penelitian khusus tentang tanaman ganja. Tapi informasi yang pernah dilakukan BNN bisa dilihat di website. Itu Kepala BNN Kapuslitdatin Darwin Butar-butar.”
Pengamat Sosial dan Kriminolog Universitas Padjajaran Yesmi Anwar mengatakan melegalkan ganja bisa menjadi bisnis subur para pengedar di balik kepentingan medis dan juga industri.

“Pelegalannya untuk medis dan sebagainya, ini justru menimbulkan minat untuk menanam atau menimbulkan satu kamuflase, ketika menanam dan sebagainya dikatakan untuk kepentingan medis, padahal untuk kepentingan ekspor di luar dan sebagainya. Nah ini kesempatan untuk para pengedar dan produsen untuk memodif juga situasi semacam itu.”
Dia menilai masyarakat Indonesia belum siap akan pelegalan ganja. Namun kata dia harus ada diskusi mengenai manfaat baik dan buruknya ganja.
Ketua Lingkar Ganja Nusantara Dhira Narayana optimis kebenaran mengenai ganja akan terkuak.  Dan perdebatannya akan selalu ada.
“Apapun yang bersifat duniawi itu dualisme kok, pasti ada pro-kontra. Tapi untuk memberantas atau menangani masalah sosial, ya legalisasi. Perdagangan harus dipindahkan ke pemerintah.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar